Selasa, 29 Maret 2011

Perkembangan Kesenian Ketoprak

Ketoprak (bahasa Jawa: kethoprak) adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa Tengah. Dalam pentasan ketoprak, terdiri dari sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan. Ketoprak merupakan kesenian tradisional yang mengangkat cerita tentang babad Tanah Jawa. Sejarah yang dijadikan landasan cerita sering dibumbui dengan berbagai pemanis sehingga menjadi cerita yang enak dinikmati.Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.

Beberapa lakon ketoprak yang terkenal misalnya: Darma-Darmi, Kendana-Gendini, Aryo Penangsang Mati Ngadeg, Warok Suramenggala, Abdul Semararupi, Panji Asmarabangun, Klana Sewandana, Ande-ande lumut, Anglingdarma, Rara Mendut-Pranacitra, Damar Wulan, dan sebagainya.

Dulu ketoprak sering dipentaskan di kraton saja. Ketoprak ini timbulnya pada tahun kurang lebih 1922 pada masa Mangkunegaran. Sebagai ilustrasi diiringi gamelan yang berupa lesung, alu, kendang dan seruling, karena cerita atau pantun-pantunnya merupakan sindiran kepada pemerintah atau kerajaan maka kesenian ketoprak ini lalu dilarang. Pada tahun 1942 tidak boleh dipentaskan karena waktu itu di zaman Jepang menjajah. Setelah Jepang pergi barulah ketoprak dipentaskan lagi atas jasa KRT Wongsonegoro yang pernah menjadi gubernur Jateng.

Pada awalnya, ketoprak menggunakan iringan suara lesung dan alu yang biasa digunakan sebagai alat penumbuk padi. Alat-alat ini menimbulkan suara: prak, prak, prak, yang merupakan asal dari kata ketoprak. Namun saat ini jalan cerita ketoprak diiringi oleh irama gamelan dan keprak yang tak henti. Dan ini sangat menarik dinikmati, terutama apabila memang pertunjukan ketoprak yang disuguhkan mengangkat cerita humor yang dapat mengundang tawa.

Ciri khas dari ketoprak :
• Dialog berbahasa jawa
• Bercerita tentang Raja-raja pada abad 4 s/d abad 18. Dongeng rakyat. egenda. Mitos.. juga kadang-kadang menampilkan LAKON CARANGAN “cerita made in sutradara ketoprak”.
• Walau iringan musik ketoprak selalu berubah menyesuaikan perkembangan jaman, namun suara KEPRAK/KENTHONGAN pasti selalu terdengar.

Di dalam sejarah, perubahan bentuk kesenian ketoprak itu sendiri terbagi menjadi beberapa istilah seperti berikut :
1. Ketoprak gejog/lesung (1887 - 1908)
Asal mula ketoprak ini terwujud dari permainan para pemuda di dusun yang sedang bermain sambil diiringi irama lesung pada saat bulanpurnama. Namun kebiasaan tersebut kini menjadi salah satu budaya dan salah satu seni drama tradisional kuno. Alat musik yang digunakan pada awalnya hanya sebuah gejog (lesung) dengan di iringi beberapa lelagon dolanan (nyanyian pedesaan) di antaranya lagu ILIR-ILIR, JAMURAN, IJO-IJO dll. Ketoprak yang masih menggunakan iringan lesung tergelar sekitar tahun 1887 dan lakon yang di tampilan hanya bercerita tentang seputar kehidupan di pedesaan


2. Ketoprak Wreksadiningrat (1908 - 1925)
K.R.M.T.H Wreksadiningrat seorang abdi dalem Bupati Nayaka di Surakarta Hadiningrat melihat ada kandungan seni yang sangat bagus di dalam ketoprak tersebut, hal itu menggugah hatinya untuk mengangkat tontonan ketoprak menjadi salah satu bagian dari kesenian keraton. Dari situlah ketoprak mengalami pertama kali perubahan, semula hanya di iringi musik lesung kemudian iringanpun di tambah dengan kendang seruling dan terbang, nyanyian yang semula hanya lelagon dolanan akhirnya di tambah dengan sekar alit (macapat) dan sekar tengahan di antaranya MIJIL PAMULAR. PUCUNG BUPLAK. GAMBUH dll. Lakon yang di tampilkan mulai mengambil cerita-cerita berbau dongeng seperti JAKA BODO, WARSA WRASI, JAKA KUSNUN dll. Perkembangan ketoprak mampu menarik perhatian kalangan keraton. Hal itu terbukti dengan banyaknya kerandah dalem (orang dalam keraton) yang berminat mementaskan untuk beraneka macam acara yang di adakan oleh kerandah dalem, bahkan Susuhunan Mangku Negara sendiri tidak jarang menampilkan ketoprak Wreksadiningrat. Tidak di ketahui dengan jelas apa penyebab bubarnya ketoprak Wreksadiningrat, ada kemungkinan usia tua K.R.M.T.H Wreksadiningrat yang menyebabkan ketoprak tersebut sejak tahun 1925 sudah tidak pernah menggelar pementasan lagi.

3. Ketoprak Wreksatama (1925 – 1927)
Kemudian pada tahun 1925 di kampung Madyataman Surakarta berdiri grup ketoprak baru dengan nama ketoprak Wreksatama yang di dirikan oleh Ki Wisangkara bekas anggota ketoprak Wreksadiningrat. Di bawah kepemimpinan Ki Wisangkara ketoprak juga mengalami perubahan, musik iringan model Wreksadiningrat oleh ketoprak Wreksatama di perlengkap lagi dengan saron, biola, gitar, mandolin, kenong, kempul, gong. Nyanyian tetap seperti ketoprak Wreksadiningrat, tetapi lakon yang di tampilkan berubah, Ki Wisangkara sudah berani menampilkan lakon-lakon babad di antaranya cerita panji, ajisaka dan beberapa cerita-cerita berlatar belakang jaman kerajaan. Mungkin karena Ki Wisangkara terlalu berani menampilkan cerita dan pantun-pantun yang berisi sindirian kepada pemerintah atau keraton yang di kawatirkan bisa mengurangi kewibawaan kalangan keraton maka kesenian ketoprak ini akhirnya dilarang.

4. Ketoprak Krida Madya Utama (1927 – 1930)
Karena kesenian tersebut asalnya merupakan kesenian rakyat maka walaupun di larang akhirnya ketoprak tetap berkembang di daerah pedesaan atau pesisiran di Jawa Tengah sampai munculah ketoprak professional dengan nama Krida Madya Utama. Sebagai pendiri ketoprak tersebut adalah Ki Jagatrunarsa dan Ki Citra Yahman. Di karenakan Krida Madya Utama adalah ketoprak professional yang keberlangsungan hidupnya tergantung kepada penonton maka ketoprak Krida Madya Utama akhirnya njajah desa milang kori (berpindah pindah tempat) sampi ke daerah Yogyakarta . Mulai saat itu ketoprak menjadi terkenal dan bisa mengungguli kesenian lainnya, seperti Srandul, EMprak dll.

5. Ketoprak Gardanela (1930 – 1955)
Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak lebih di sempurnakan lagi dengan iringan gamelan jawa lengkap laras pelog, tema ceritanya mengambil babad dan sejarah dengan catatan kostum yang di pakai untuk pementasan tidak di perbolehkan menyamai aslinya “pakaian kebesaran keraton”. Menurut tulisan karya mendiang W.S Rendra masa-masa itu di sebut Jaman ketoprak GARDANELA karena ketoprak pada waktu itu sudah mulai berkreasi menggarap cerita-cerita luar negeri seperti Sampek Engtay, Johar Manik, Jenderal Sie Jien Kwie.

6. Ketoprak moderen (1955 – 1958)
Pada tahun 1955 ketoprak professional/tobongan benar-benar menjamur, banyak grup ketoprak bersaing dalam berbagai hal terutama tentang kreasi cerita dan pementasan, sehingga pada masa itu banyak grup ketoprak yangmenambahkan sebuah kalimat di depan nama grupnya dengan kata moderen, misalnya KETOPRAK MODEREN KRIDO MARDI. KETOPRAK MODEREN S 3 MAREM dll.

7. Ketoprak Gaya Baru (1958 – 1987)
Bagaikan sebuah perlombaan yang akhirnya di menangkan oleh Ki Siswondo Harjo Suwito pada tahun 1958 ketoprak Siswo Budoyo dengan terobosan yang spektakuler berhasil menggulingkan ketoprak Moderen dan menggantikannya menjadi ketoprak Gaya B aru Siswo Budoyo Tulungagung.


Beberapa jenis ketoprak antara lain :

1. Ketoprak Lesung, ciri-cirinya antara lain :
• Alat musik yang dipergunakan dalam Ketoprak ini terdiri dari lesung, kendang, terbang dan seruling
• Ceritera yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar pada kehidupan sehari-hari
• Kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka sehari hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis.
• Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana.
• Menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran.
• Sampai sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan lampu.
• Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi.

2. Ketoprak Gamelan
• Merupakan perkembangan lebih lanjut Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang menyelipkan penerangan penerangan dari pemerintah kepada mereka.
• Cerita yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil dari cerita babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa.
• Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34 orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang.
• Lama pertunjukan untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam
• Para aktor biasanya berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang. Naskah ini hanya memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti dan ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lain-lain permainan di panggung sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi.
• Ketoprak ini menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro, atau slendro saja.
• Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar belakang) yang bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di hutan, di kraton dan lain-lain).
• Sebelum permainan utama ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra berupa tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan ceritera yang akan dimainkan

Kesenian ketoprak yang dahulu menjadi primadona kini, dari hari ke hari, semakin memudar. Masuknya kebudayaan baru dan teknologi yang modern, serta peran orang tua sekarang yang jarang sekali memberikan pendidikan kebudayaan terhadap anak didiknya mempengaruhi proses pelestarian kebudayaan. Terjadi perubahan pandangan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kesenian ketoprak yang dahulu sangat popular. Saat ini, kesenian ketoprak dianggap sebagai sesuatu yang ketinggalan jaman, kuno, tontonan orang tua, dsb. sehingga membuat generasi muda merasa enggan serta gengsi untuk menyaksikannya. Banyaknya variasi hiburan yang lebih “modern” mengalihkan perhatian generasi muda dari warisan kebudayaannya.

Globalisasi menjadi faktor pendorong yang memudahkan kita untuk mengetahui segala informasi “modern” yang terjadi di dunia. Gejala yang juga menonjol sebagai dampak dari globalisasi informasi adalah terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh.

Pementasan kesenian ketoprak yang lebih modern pun pernah dilakukan. Hal ini terbukti dengan adanya program televisi “Ketoprak Humor” di televisi. Ketoprak Humor merupakan suatu program kesenian televisi yang hadir pertama kali di stasiun televisi TVRI pada akhir 90an atas bentukan mantan Menteri Tenega Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Erman Suparno. Setelah itu, nama Ketoprak Humor semakin berkibar sejak tayang di stasiun telvisi RCTI mulai 1998.

Antusiasme masyarakat terhadap program kesenian inipun dapat dibilang tinggi. Hal ini terbukti dengan dinobatkannya program kesenian Ketoprak Humor sebagai Program Kesenian Tradisional Paling populer di ajang Panasonic Awards, tiga kali berturut-turut yaitu tahun 200, 2001, dan 2002. Program kesenian ini sangat memegang teguh nilai kebudayaan yang terkandung dalam setiap cerita yang dilakoni. Pada saat permintaan pasar yang menginginkan program ini menjadi program yang hanya mengedepankan sisi humor saja, sang sutradara Aries Mukadi memilih untuk menolaknya.

Menurut Aries, meskipun Ketoprak Humor dikemas jenaka, tetap ada pakem-pakem yang harus dipertahankan. Misalnya saja dari unsur cerita harus dibuat serius, ada alur, disesuaikan dengan fakta sejarah, dan tidak boleh menyimpang. “Konsep ketoprak itu kan kesenian tradisi, ada cerita, tokoh, pakaiannya, yah itulah. Kayak sopan santunnya masih dipertahankan, kalau guyon-guyon begitu saja kan nggak boleh. Nggak boleh ada tempelengan, tapi sopan santun,” ujarnya.

Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian ketoprak, beberapa seniman ketoprak membentuk komunitas Ketoprak Garapan, dengan kemasan yang berbeda dengan ketoprak yang sudah ada. Salah satunya adalah pementasan Ketoprak Ringkes yang sekarang ini sangat populer dan digemari masyarakat Yogyakarta. Ketoprak Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang sudah ada. Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara santai, penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini menjadi sangat segar, lucu dan menarik.

Hal ini seperti yang terlihat dalam pementasan “Cecak Nguntal Cagak (Cicak Makan Tiang)“ yang dimainkan oleh Komunitas Ketoprak Ringkes Tjap Tjontong di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (30/1), siapapun akan sepakat menyatakan bahwa pementasan tersebut berlangsung sangat sukses. Gedung konser yang berkapasitas sekitar 1000 kursi terisi penuh tanpa sisa, sementara puluhan penonton yang tidak kebagian tempat duduk rela duduk lesehan beralas tikar dan koran didepan panggung. Pementasan yang berdurasi sekitar 2,5 jam juga berlangsung sangat interaktif. Celotehan penonton terhadap adegan-adegan yang dianggap menjenuhkan ditanggapi para pemain dengan dialog-dialog yang mampu memancing tawa.

Cicak Nguntal Cagak berkisah tentang karut marut hukum yang berlaku di kerajaan “Regul Bawana” yang dipimpin oleh Raja Kasmala Nagara. Raja yang setiap hari pekerjaannya hanya menjaga citra dan terlalu yakin dengan kekuasaannya karena merasa segala kebijakannya didukung rakyat ini justru didemo oleh rakyatnya akibat banyaknya kasus yang tak terselesaikan. Uang negara sebesar Rp. 6,7 trilyun yang menguap entah kemana belakangan diketahui bahwa uang tersebut ternyata dibagi-bagi oleh konglomerat ‘Digdoyo’ untuk para penguasa yang sangat korup, sementara pada sisi yang lain seorang rakyat kecil harus rela dipenjarakan hanya karena ‘mengambil sebutir buah semangka’ milik tetangga.
Untuk menghindari tuduhan bahwa dirinya terlibat, Raja Kasmala Negara kemudian membentuk Tim Pencari Fakta. Namun, pembentukan tim ini ternyata justru membuat kondisi semakin runyam dan tak menentu. Bahkan beberapa tokoh baik justru harus rela masuk penjara karena menentang raja dan kisah ini diakhiri dengan pengunduran diri sang raja karena rakyat tak lagi percaya dengan Raja Kasmala Negara.

Meski pementasan ketoprak malam itu berlangsung sukses, namun di balik kesuksesan itu, ada sebuah keprihatinan dan kekhawatiran terhadap eksistensi kesenian ketoprak semacam ini. Sebab, sampai saat ini ketoprak masih dimainkan oleh para seniman tua yang masa edarnya tentu sudah tak lama lagi. Jumlah generasi muda yang peduli serta berupaya mempertahankan kesenian ini dengan terjun langsung sebagai pemain ketoprak sangatlah sedikit. Jangankan memainkan sebuah peran dalam pertunjukkan kesenian ketoprak, menonton pun enggan rasanya. Tidak heran jika kesenian ini sekarang hanya terkenal dikalangan generasi tua saja.

Selain karena globalisasi dan ketidaktertarikkan generasi muda terhadap kesenian ketoprak, terdapat faktor lain yang menjadi batu sandungan pengembangan kesenian ini, yaitu peluang dan sponsor untuk penyelenggaraan. Aktor Teater yang juga seniman Ketoprak Drs.Susilo “Ngarso“ Nugroho mengemukakan bahwa melubernya antusias masyrakat untuk menyaksikan pementasan Ketoprak Garapan seperti yang dimainkan oleh Komunitas Tjontong merupakan bukti bahwa minat masyarakat terhadap kesenian ini cukup tinggi. Sayangnya, peluang dan sponsor untuk pementasan ini masih sangat kurang.


Sumber :
http://dercindyreichmann.blogspot.com/2009/06/nasib-kesenian-ketoprak.html
http://2vx.net/sejarah-pertunjukan-seni-ketoprak/
http://www.imfaceplate.com/saptorevilla/kethoprak
http://www.detik.com
http://ksupointer.com/kesenian-tradisional-ketoprak